9 April 2014

[FilmReview] Divergent (2014)


Haloo
Akhirnya saya nonton juga film ini. Pertimbangannya cukup lama untuk memutuskan menonton film ini sebenarnya, hehehe. Karena ada beberapa ketakutan yang saya khawatirkan terjadi di film ini. Seperti saat saya memutuskan untuk menonton Twilight saga yang kalaupun ada softcopy-nya di komputer, sudah pasti saya delete. Kekhawatiran itu datang saat poster dari film ini muncul di internet. Liat aja poster di atas --> Twilight banget?? Well, dan ternyata saya salah besar. Film ini bagus. Reviewnya mari kita bahas di bawah :)


Divergent adalah salah satu dari sekian film yang diadaptasi dari novel laris. Ya, lagi dan lagi, film adaptasi dari novel sepertinya jadi salah satu bahan menarik untuk rumah-rumah produksi. Apalagi yang menyasar konsumen usia remaja menengah. Mulai dari Harry Potter, Twilight, The Hunger Games, Ayat-Ayat Cinta?
Dan jujur saja, saya (dan semua cowok di dunia) pasti merasakan pengalaman traumatis saat memilih untuk menonton film-film adaptasi novel (tentunya dengan kita yang belum sempat membaca novelnya).

scene seperti inilah yang membuat trauma


Novel divergent ini belum pernah saya baca sepenuhnya. Saya hanya membaca sinopsis dan beberapa lembar halamannya di Gramedia. Di masa depan remaja dibagi menjadi 5 kelompok, bla...bla...bla... yah, dengan membaca sinopsisnya udah bisa ketebak gimana plot cerita yang ingin disajikan novel ini. Karena itu saat filmnya muncul, antusiasme saya sama seperti ada tukang baso lewat depan rumah, yang saya udah tau kalau basonya nggak enak. Datar-datar aja.

Sampai suatu ketika saya mengecek rating beberapa film anyar seperti Berandal dan Captain America di IMdb, ternyata Divergent masuk dalam rating viewer yang lumayan : 7,6. Lebih tinggi dari The Hunger Games (7,3). Hal ini membuat saya jadi setengah penasaran. Saya udah nonton THG dan sekuelnya, Catching Fire. Saya dibuat terkesima dengan pementasan karakter Katniss, penyampaian plot yang cukup apik, dan dibuat jatuh cinta dengan keseriusan akting Jennifer Lawrence. Dan Divergent diklaim lebih bagus dari itu? Tentu saja saya jadi penasaran.

Lanjut ke film.
Divergent dibesut oleh Summit Entertainment, yang juga menangani Twilight Saga. Novel Divergent sendiri ditulis oleh Veronica Roth. Sementara itu sutradara yang ditunjuk adalah Neil Burger, yang juga menyutradarai Limitless. Divergent adalah novel pertama dari trilogi Divergent, sekuelnya adalah Insuregent dan Allegiant. Melihat animonya, sepertinya sekuel film ini akan segera dibuat.

Divergent seri pertama ini berfokus pada tokoh utama, yaitu Beatrice Prior yang nantinya berganti nama menjadi Tris saat dia berusia 16 tahun. Di masa ini, kelompok manusia dibagi menjadi 5 golongan untuk menjaga kedamaian dan mencegah pemberontakan. Kelima golongan (disebut faksi) itu adalah Abnegation (penolong, unselfish), Dauntless (pemberani), Erudite (Cerdas), Emity (pecinta damai), dan Candor (jujur). Beatrice adalah anak dari salah satu pemimpin Abnegation. Di usia 16 tahun, ia dan kakaknya harus mengikuti ujian kepribadian dan memilih salah satu faksi yang kemudian harus diikutinya seumur hidup.

faction before blood!

Saat ujian kepribadian, Beatrice nggak termasuk dalam kategori faksi apapun, tapi pengujinya bilang kalau dia harus memilih salah satu dari kelima faksi dan nggak mengungkit-ungkit hasil ujian kepribadiannya. Bea kemudian diberitahu kalau ia adalah seorang Divergent (berbeda). Beatrice sendiri merasa tertarik dengan faksi Dauntless yang memiliki keberanian, menjadi polisi bagi empat faksi yang lain (dan non faksi), dan hidup bebas merdeka. Nggak seperti Abnegation yang semua hartanya digunakan untuk orang lain (even makan pun cuman makan makanan tawar karena mereka unselfish). Walhasil di tengah kebingungan, Beatrice memilih untuk mengikuti kata hatinya untuk memilih faksi Dauntless. Hal ini diikuti keterkejutan orang tuanya.

Ternyata menjadi seorang Dauntless tidaklah mudah. Menjadi faksi penjaga mengharuskan anggotanya memiliki mental dan fisik yang istimewa. Anggota yang baru bergabung diwajibkan mengikuti pelatihan dasar yang jika gagal, maka akan dibuang menjadi non-faksi. Ini sebenarnya adalah aturan baru yang dibuat pemimpin baru Dauntless. Lompat kereta, lompat bangunan-bangunan tinggi, sparing-sparing, menembak dan lain-lain adalah menu latihan di faksi ini. Tris (Beatrice berganti nama menjadi Tris sejak ia masuk ke faksi Dauntless) sempat masuk dalam list terbawah, tapi dengan kerja keras akhirnya ia berhasil lulus ujian.

Singkat cerita, di tengah perjuangannya di Dauntless, Tris menemukan arti sebenarnya Divergent, dan menemukan juga seorang Divergent lain yang juga bergabung di Dauntless, Four. Four ini juga akan menjadi teman seperjuangan dan romantisnya Tris sepanjang film (mungkin juga nanti di sekuelnya).

Four?? just like...number?

Cerita berkembang menjadi intrik hingga akhir cerita. Bahwa ternyata faksi Erudite memiliki keinginan besar untuk menjadi pemerintah, menggeser Abnegation. Erudite memanfaatkan kekuatan Dauntless dengan menjadikan mereka pasukan tanpa emosi dan menyerang Abnegation. Ending cerita berakhir dengan kekalahan pemimpin Erudite, sementara Tris, Celeb (kakaknya), Four, dan beberapa orang melarikan diri ke daerah nonfaksi.

Review:
Pertama yang saya review, sekaligus saya suka adalah pemeranan karakter Beatrice Prior sekaligus Tris yang diperankan oleh Shailane Woodley. Namanya terdengar baru untuk film-film holywood, mungkin ini adalah debutnya untuk film boxoffice, karena di IMdb hanya tercatat peran di TV series sebelumnya. Saya mengacungkan jempol kepada kemampuan akting Shailane. Terung terang saja, aktingnya menutupi beberapa kekurangan yang ada di film ini. Tapi berbeda dengan Jenlaw di THG yang dingin dan tough, meski sama-sama tough, Shailane juga memerankan mimik sedih, manja, takut kehilangan, dan bahagia dengan baik. Beberapa scene seperti saat kebingungan memilih faksi, rasa khawatir karena dirinya nggak masuk faksi manapun di hasil ujian, dan ketegangannya sekaligus excited saat meluncur ala flying fox melewati gedung, terus terang membuat saya menahan nafas seperti ikut merasakan apa yang dia rasakan.

Kedua yang saya suka adalah originalitas ide cerita yang diangkat. Memang ada beberapa hal yang nggak masuk akal, seperti, bagaimana dasar penentuan masing-masing faksi? (manusia kan punya dark and angel side) tapi itu semua bisa kita kesampingkan mengingat sci-fi di film ini mengharuskan kita mengikuti ide yang sudah dikembangkan di cerita. THG boleh berbangga dengan plot dan kekuatan karakter Katniss, tapi bukan sekali dua dibandingkan dengan ide cerita Battle Royal.

Divergent saya kira tidak akan menjadi Vampire Academy atau The City of Bones yang nggak berhasil memuaskan penonton. Meski memang ada beberapa kekurangan dan plot hole yang masih terlihat jelas (bahkan oleh viewer awam seperti saya). Adegan romansa yang berlebihan jadinya kurang greget. Beberapa adegan percintaan di film ini seperti salah tempat. Apalagi untuk usia 16 tahun. Mestinya malu-malu saat Tris dan Four sama-sama tau perasaan masing-masing sudah cukup biar nggak cheesy. Well, meski banyak yang bilang ciuman mereka hot, buat saya itu justru jadi adegan yang bikin nggak nyaman (embarrassing). Bagusnya adegan ciuman atau tidur-tidurannya ditahan dulu sampe sekuelnya rilis, di usia yang lebih (lagipula, Tris juga belum siap mau gituan kan, ngapain ditampilin scene yang ada tidur-tiduran).

Kuatnya pemeranan oleh Shailane agaknya menutupi kekurangan karakter-karakter yang masih satu dimensi. Beberapa karakter sering hilang terlalu lama tanpa penjelasan yang terang di mana dia berada. Sehingga banyak penonton yang akan berpikir Oh, dia masih ada toh.. atau Si itu kemana sih?
Semoga di sekuelnya nanti, plot hole dan kekurangan semacam itu bisa dihilangkan. Jujur, saya jadi menantikan sekuel film ini dan malas membaca novelnya (mending nonton aja filmnya) sama seperti The Hunger Games.

Tris, penonton pada seneng, siap2 shooting Insuregent!


Overall, film ini layak dan nyaman sekali untuk ditonton. Happy watching :)

Rating : 7,5 / 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar