20 Juli 2014

[FilmReview] Dawn Of The Planet Of The Apes (2014)


Tidak menonton prekuelnya, Rise of the Planet of the Apes, menjadi penyesalan tersendiri untuk saya sebelum menonton film ini. Untung saja Matt Reeves berbaik hati memberikan ulasan singkat mengenai film sebelumnya sehingga saya bisa menikmati Dawn of the Planet of the Apes ini tanpa bertanya-tanya mengenai origins-nya. Publik memang kabarnya sempat kecewa berat dengan reboot Rise of the Planet of the Apes yang digadang oleh Tim Burton, tapi saya malah jadi penasaran dengan film tersebut.

Dawn of the Planet of the Apes (DotPotA) melanjutkan alur cerita dari film sebelumnya, dimana manusia di bumi berkurang drastis populasinya akibat virus Simian. Caesar telah menjadi raja bagi kera-kera/primata dan mereka membentuk komunitas sendiri dalam sebuah hutan. Meski primata dapat berkomunikasi secara terbatas, dalam gerak tubuh dan beberapa kata dalam bahasa manusia, tampaknya hanya Caesar yang memiliki kecerdasan emosional (EQ) luar biasa.


Sementara itu manusia yang memiliki genetik imun terhadap virus Simian dapat bertahan hidup dan berkumpul di suatu kota mati. Mereka juga memiliki keinginan kuat untuk terus bertahan hidup demi kelangsungan populasi. Kontak fisik dan emosi sempat terjadi antara manusia dan primata karena masing-masing memiliki rasa terancam oleh spesies lainnya.

Caesar dan manusia sempat menyepakati suatu perjanjian yang menegaskan batas-batas fisik komunitas agar kedua spesies tersebut dapat hidup rukun, tidak saling mengganggu. Tapi dilema terjadi saat sumber energi berupa pembangkit listrik yang menentukan hidup matinya populasi manusia, ternyata terdapat di dalam hutan yang dikuasai para kera.

Malcolm kemudian menawarkan diri untuk bernegosiasi dengan Caesar agar ia dan timnya dapat memperbaiki pembangkit listrik tersebut dan dapat mempergunakannya untuk manusia.


Di lain pihak, ada seekor kera yang bernama Koba yang memiliki dendam kesumat terhadap manusia. Dahulu Koba pernah dijadikan hewan percobaan oleh manusia. Diautopsi hingga memiliki banyak bekas luka menjadikan Koba mengeneralisir sifat manusia. Ia tidak terima Caesar bekerja sama dengan manusia. Koba memiliki prinsip yang jelas, manusia harus dimusnahkan seperti mereka memperlakukan para kera. Kesumat itu bertambah saat Koba menyaksikan manusia berlatih menggunakan senjata api di kamp-nya.

Terjadilah konflik utama dalam film ini, antara perjuangan manusia mempertahankan eksistensinya, Caesar mempertahankan persatuan para kera, dan Koba yang berambisi untuk memusnahkan manusia.


Outstanding Stories

Saya tidak pernah menyangka Dawn of the Planet of the Apes dapat disajikan sedemikian rupa hingga membuat saya ternganga-nganga dan begidik sepanjang film. Cerita yang memukau, menarik diikuti meski bertempo lambat, membuat popcorn yang 'salah pesan' di tangan saya ludes tak terasa. Meski genre film ini di IMDb tertulis drama, action, sci-fi, mungkin saya perlu menambahkan thriller.

10 menit pertama yang menjadi titik kritis mampu disajikan dengan sangat baik. Matt Reeves tampaknya ingin memberikan gambaran tentang kehidupan para kera yang liar, ganas, lewat perburuan hewan untuk makan. Menit-menit selanjutnya memberikan visualisasi lengkap kehidupan primata di dalam hutan, kemudian beralih kepada penceritaan kondisi manusia yang memiliki harapan dalam segala putus asa.

Keseluruhan cerita mungkin telah tergambar dalam sinopsis yang saya tulis di atas. Film ini menceritakan sebuah perjuangan populasi yang dipenuhi intrik. Intrik yang wajar ada dalam sebuah realita. Pergulatan kekuasaan, egoisme dan ambisi di antara perjuangan hidup di saat yang kritis selalu menjadi topik yang terus menarik diikuti. 

Film ini menjadi miniatur bagaimana sebuah kudeta dapat terjadi dalam sebuah negara, meskipun dengan cara-cara yang sederhana. Bagaimana ketulusan manusia (atau kera) dapat berubah menjadi pengkhianatan dan bagaimana sifat asli seseorang dapat terlihat di saat-saat terdesak. Film ini juga memberikan penggambaran sulitnya seseorang memilih di mana ia berdiri, kepada siapa ia memihak, dalam kondisi yang serba mepet.

Dawn of the Planet of the Apes adalah sebuah film yang sarat dengan pesan-pesan perdamaian, pesan kehidupan. Singkatnya kalau boleh dikatakan, film ini adalah sebuah film tentang revolusi. Dan Matt Reeves, dengan cerdas menggambarkan cerita revolusi manusia, yang diejawantahkan dalam kehidupan sekumpulan kera. 


Stunning Performances

Kekuatan karakter dalam sebuah cerita adalah poin penting yang selalu saya nilai sepanjang film. Adanya karakter-karakter yang menjadi ikon dalam sebuah cerita adalah salah satu poin utama menariknya sebuah cerita. Dan di film ini, saya dapat menyaksikan dengan jelas kekuatan karakter yang ada dalam tokoh utamanya. Terutama Caesar dan Koba.

Caesar mengedepankan beberapa prinsip yang menjadi pedoman hidup para kera. diantaranya "Ape shall not kill ape", "Apes strong together", dan "Knowledge is power". Caesar benar-benar layaknya seorang founding father dalam sebuah negara yang baru berdiri. Ia juga merupakan seekor primata yang mewarisi sifat wise pada manusia. Kebijaksanaanya ini sangat diperlukan kumpulan kera yang mayoritas masih mengedepankan willing to defence atau gharizah baqo (naluri mempertahankan diri). Saya tidak tahu ini disengaja atau tidak, tapi kemampuan Caesar untuk menyelesaikan masalah secara bijaksana dan damai tergambar pada lukisan perang di dahinya yang berlambang 'peace' (dapat dilihat di gambar Caesar di atas).



Sementara Koba, digambarkan secara jelas sebagai tokoh antagonis yang muncul di tengah cerita. Sejak awal hingga pertengahan film, Koba adalah sahabat dekat Caesar dan menjadi salah satu penasihat baginya, selain Maurice. Koba menyatakan kesetiaanya walaupun beberapa keputusan Caesar tentang kehadiran manusia di dalam hutan ditolaknya dengan keras. Tapi di pertengahan film hingga akhir, kita dapat menyaksikan bagaimana rasa sakit hati Koba yang merasa kehilangan sosok 'agung' pada diri Caesar, dan juga kehilangan kepercayaannya, mengubahnya menjadi karakter antagonis yang menjadi konta-revolusi kera ala Caesar. Menjadi seekor tokoh revolusi kekerasan.

Kedua karakter inilah utamanya yang terus tergambarkan dalam pikiran bawah sadar saya. Meski performa aktor yang lainnya tentu tidak dapat dipandang sebelah mata.


Film Rating : 5 / 5

1 komentar: